
Bagi warga Jakarta, Jakmania adalah sebuah “kebanggaan” sekaligus sesuatu yang “menyebalkan”. Iya, Jakmania adalah supporter kesebelasan PERSIJA milik Kota Jakarta. Kebanggan karena begitu banyak dan kompak para supporter PERSIJA ini, dengan seragam dan atribut mereka yang berwarna oranye.
Mereka sangat kompak saat sebuah pertandingan sepakbola kesebelasan PERSIJA berlangsung. Mereka tanpa dikomando akan datang ke lapangan sepakbola memberi dukungan. Mereka masih muda. Mereka energik. Mereka semua oranye.
Menyebalkan karena mereka membuat macet Jakarta. Tidak valid juga apabila mereka disalahkan, karena tanpa adanya Jakmania pun, Jakarta tetap selalu macet! Tapi macet total-closed-loop-locked selama 3 jam malam Minggu kemarin saat pertandingan sepakbola PERSIJA di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, adalah sebuah fenomenal.
Fenomena sosial yang menarik diamati. Fenomena Jakarta. Fenomena Jakmania.
Karena gue tinggal di Jakarta Selatan, beberapa kali gue on location saat pertandingan PERSIJA berlangsung. Gue berbaur dengan Jakmania. Mungkin cuma gue yang tidak ber-oranye-narsis-mode-on-ria… hihihi…. Gue ada di sana memang ingin mengamati perilaku Jakmania ini.
Yang gue dapati adalah aura kekompakkan. Juga energi yang menyebar ke sesama Jakmania, yang gue yakin mereka tidak kenal satu sama lain. Aura murni tanpa kepentingan masing-masing pribadi. Semua untuk mendukung kesebelasan PERSIJA.
Aura mereka inilah yang ber-interference dengan aura gue. Membuat beberapa kali gue merinding: gue baru sadar ternyata banyak sekali potensi energi anak muda Jakarta ini! Potensi yang sayang sekali akan habis sia-sia selesainya pertandingan. Potensi yang seharusnya digali, diarahkan, dan disalurkan. Potensi untuk Jakarta yang lebih baik — tidak menutup kemungkinan untuk Indonesia yang lebih baik.
Maraknya demo-demo di Jakarta, tidaklah bisa disamakan dengan maraknya Jakmania. Energy generator untuk demo Jakarta adalah kepentingan. Adalah fulus. Adalah demo-by-order. Alih-alih demo Jakarta, maraknya Jakmania berbeda, energy generator mereka adalah kegiatan olahraga.
Gue jadi berandai-andai. Apabila PERSIJA bersama Dinas Sosial PEMPROV DKI Jakarta bisa bekerja sama, membuat beberapa program untuk melakukan leverage dari energi Jakmania ini, maka gue yakin Jakarta akan menjadi lebih baik.
Gue berandai-andai. Apabila kesebelasan PERSIJA yang berjumlah 11 orang plus cadangan — asumsi misalkan 20 orang — didukung dana Dinas Sosial untuk menyewa 10 lapangan Futsal tiap akhir minggu. Masing-masing lapangan Futsal akan didatangi 2 pemain PERSIJA untuk berlatih bersama dengan Jakmania. Agar tidak campur aduk, tiap minggu hanya 10 kelurahan di Jakarta mendapatkan “jatah” latihan Futsal Jakmania-PERSIJA.
Gue berandai-andai. Apabila ini dijalankan selama 1 tahun, maka Jakmania yang tersebar di 520 kelurahan di Jakarta akan merasakan latihan bareng PERSIJA.
Gue berandai-andai, para Jakmania akan merasa diperhatikan oleh PEMPROV DKI Jakarta melalui PERSIJA.
Gue berandai-andai, para Jakmania akan berperilaku lebih baik buat Jakarta. Lebih tertib. Lebih santun. Lebih oranye!
Gue jadi inget sebuah peribahasa:
Siapa menebar benih, dia akan menuai padi…
Siapa menebar angin, dia akan menuai badai…
Sumber : http://ihsankusasi.wordpress.com/2009/12/04/jakmania/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar